Ada juga product indonesia yang kualitasnya sdh sama bahkan lebih baik dari product luar

masalah kekurangan menurut saya hanya pada penerapan sertifikasi secara ketat
( IEC ISO,etc.) terhadap beberapa product lokal

kekurangan product lokal :
Contoh speaker produksi sinar baja untuk ukuran 15" excellent ato ACR2226 jika dibandingkan dengan Peavey Black widow dengan harga yang tidak terpaut jauh,
bunyi dari black widow menurut saya lebih "baik"

( IEC ISO,etc.) << wah kalau mengandalkan begini susah juga belum lagi produk luar lebih cepat risetnya, bagaimanapun harus dapat info tercepat dan terkini untuk memberikan persaingan yang ketat..

Menurut saya pengaturan standar sertifikasi memang perlu sekali, karena disitu ada peraturan ketat mengenai kwalitas akhir suatu barang. Tp skarang banyak perusahaan yg sudah punya sertifikasi mutu, tapi belum 100% menjalankannya, karena demi mengejar kwantitas dari pada kwalitas.
Terus skarang ini konsumen publik belum 100% percaya terhadap kwalitas produk dalam negri. Sehingga publik jarang yg mau menggunakan produk dalam negri.sehingga perkembangan tekhnologi produk dalam negri jadi lambat.

Dilema bagi produk dlm negeri adalah masalah penetapan harga. Bila produk dlm negeri menggunakan standarisasi sesuai standard internasional maka harga jual mungkin beda tipis dengan produk import.

Standarisasi bisa berbentuk standarisasi kualitas komponen, alur produksi, after sales services, labour bahkan CSR, dll. Hal2 ini yg mungkin sulit diterapkan diproduk2 lokal bila bersaing dgn produk impor yg memiliki kemampuan modal yg besar serta managemen yg profesional.

Belum lagi image produk lokal yg selama ini dicap buruk. Satu contoh produk elektronik rakitan lokal dipandang sebelah mata oleh konsumen dlm negeri. Tapi kenyataan sebaliknya produk rakitan (handmade) diluar negeri memiliki nilai jual yg lebih tinggi dibandingkan produk yg dibuat dgn mesin.

Yang perlu dirubah adl cap buruk konsumen dlm negeri ttg produk lokal tapi juga harus diimbangi dgn peningkatan kualitas produk lokal itu sendiri. Harga jual yg masuk ukuran kantong konsumen lokal juga harus dikedepankan supaya bisa jadi daya tarik lebih.


Aku cinta buatan dewek!!!

harga = kualitas

harga rendah = kualitas rendah (wajar)

harga mahal = kualitas mahal (ga masuk di anggaran )

harga sedang <=> kualitas bagus ( nah ini yang di cari )

Sebenarnya sudah ada beberapa brand lokal yg punya nama dibidang home appliance, sbut POLYTRON, CRYSTAL, ADVANTE dll. Pasarnya juga cukup besar.

Kalau untuk produk PA, memang masih 'separuh nafas' walaupun dgn segala cara ada juga yg cba bertahan. RHYME dari Surabaya pantas disebut sebagai contoh, yg dengan sekuat tenaga berjuang berhadapan dgn produk Line Array. Walaupun nampaknya tidak didukung oleh riset yg mumpuni, kalau saya cukup salut dengan semangat nasionalisme mereka.

Kita lebih beruntung di produk ampli gitar dan bass, ada beberapa pemain seperti VALHALLA, RUSSEL dan beberapa merek Bandung. Bahkan konon VALHALLA yg tube series banyak yg sudah ekspor. Apa kelemahan mereka? Rata2 adalah standarisasi dan quality control, kecuali yg sudah berorientasi ekspor.

Di industri gitar dan Drum kita jauh lebih beruntung, banyak sekali pemain, bahkan yg GO INTERNATIONAL ada beberapa. Yg lumayan fenomenal adalah BLUEBERRY (kalau nggak salah) dari Bali yg memadukan gitar brkualitas denga ukiran (contohnya yg dipakai Dewa Bujana). Merek lokal pun sanggup bersaing minimal didalam negeri. Lagi-lagi karena harus mengejar 'harga', maka beberapa komponen (humbucker) sering kurang berkualitas.

Kondisinya memang jauh berbeda dengan industri di China dan bahkan Thailand dan Vietnam, dimana pemerintah memfasilitasi industri yg menyerap banyak tenaga kerja dengan sungguh-sungguh. (kebetulan tahun 2007 saya berkesempatan melihat sendiri bagaimana industri seperti ini dikembangkan disana). Bahkan di China, ada fasilitas gratis listrik dan pinjmanan peralatan utk 2 tahun pertama bagi industri skala rumahan, dan dipusatkan di daerah-daerah, bukan di kota, utk menjaga urbanisasi. Belum lagi bantuan teknis dan konsultasi.

Sy bermimpi kapan akan melihat hal seperti itu di Indonesia.

sekarang gini aja deh, misal kalau ingin jual produk idealnya ada SNI Standar Nasional Indonesia, contoh yg gampang aja beli genteng syaratnya ga bocor ga mudah lapuk, tahan cuaca, tidak ada perembesan, memiliki keseragaman ukuran dll, keknya untuk elektronik di bidang audio belum ada payung hukum yang mengaturnya kali yah (atau saya yg kurang baca standarisasi nasional), paling yang pernah baca seputar kabel aja itupun hanya datur oleh SNI dan LMK aja..

kapan yah ada aturan baku tentang sound system ini ?

Sebenarnya yg diatur itu khan hanya hal2 mendasar, ttg kelistrikan, kemanan, interferensi dll. Itu ada standarnya. Yg sering jadi kendala, adalah banyaknya produsen kita yg asal janji, bombastis, 'cenderung nipu' dll. Kalau yg kelasnya tempahan sih kaya'nya nggak gitu masalah, karena yg berhubungan adalah antara pemesan dan pembuat. Tapi kalau yg produksi massal? Disini masalahnya.
Lihat, berapa banyak user yg kecewa dengan kualitas kit Blazer atau OCL? Belum lagi yg menulis 4.000 waat dgn trafo 5A? Bahkan ada tape compo yg 27.000 watt PMP yg bisa diputar di rumah dgn listrik 450 VA? Atau contoh speaker Cannon atau ACR yg wattagenya gila2an? Ini kadang kadang yang membuat pasar semaikn tidak percaya.... tapi emang pasarnya sendiri 'yah mau' ditipuin (atau malah senang?).
Beberapa pelanggan gitar, Ampli gitar dan drum hand made yg pesanan baik di Jakarta menyatakan kepuasannya atas pesanannya, tapi khan buatnya satu-satu? Masalahnya kalau sudah industri massal, biasanya kita lupa melakukan pengecekan satu-per-satu, produk asal dilepas... akhirnya.?.....
Terus terang sy bangga dengan rekan-rekan yg ber-DIY, karena kemampuan teknis anda jelas-jelas baik. Berbeda dgn sy, yg hanya tahu men-colok-kan saja.....

bombastis, fantastis, spektakuler hanya ada di Indonesia Lae ihut

hal mendasar itu justru berbahaya lae ihut, contoh yg simple membedakan Resistor 1/4 watt dan 1/6 watt gimana yah saya suka ngeri kalau repair barang built-up karena standarisasi barang yg beredar belum ada ? yg ada mledak terus kalau dipasang pas service,

elco juga barang satuan mendasar, contoh keliling saya keberapa toko ukuran 10.000uF harga 18ribu giliran beli yg kecilan 3.300uf harganya 30rb, kalau sdh begini gimana mau standar barang-barang yang dipasang...

saya mendukung upaya QC yg dimaksudkan lae ihut

aturan mainnya memang harus ada standarisasi yang ketat kali yah ? kapan mau maju kalau dapatnya yg imitasi mulu oh Indonesiaku tercinta..

Barang palsu masih hidup subur di Indonesia krn permintaan pasarnya juga yang tinggi. Ini berhubungan dgn ukuran dompet yang ga sebanding dgn daya beli brg yg asli. Contoh VCD bajakan lebih laku ketimbang VCD aslinya, bahkan disatu tempat ada yg menjual VCD bajakan seken....


Selama konsumen yg menyukai brg imitasi masih ada, maka selama itu juga produk imitasi itu akan terus ada.

Selama daya beli masih rendah, maka selama itu juga produk imitasi itu akan terus ada.

Slogan bagi yg seneng beli brg palsu/imitasi/bajakan:
Buat apa beli yg asli, krn yg palsu/imitasi aja banyak.......

belajar dari negeri gingseng dan tirai bambu nih...

pemimpin Korea Selatan dan China konon dulu mengijinkan pembajakan besar-besaran barang dan teknologi asing...... setelah puluhan tahun hasilnya kini kita tahu sendiri... dengan kata lain mereka membajak untuk belajar dan berkembang....

tapi sayangnya bangsa kita ini justru membajak produknya sendiri dan yang dibajakpun bukan teknologi... tapi cuma VCD dan DVD hasil anak negeri sendiri pula....

segala sesuatu tergantung daripada niatnya

kalau bisa sih ilmunya yg dibajak, sedang produknya biarkan supaya ada persaingan dan pembanding

Bahasa halusnya "alih teknologi" .....

Mas kalau SNI saja bisa didapatkan dengan membayar tanpa benar-benar di tes bagaimana? Banyak kabel listrik saja yang beredar tanpa standard yang baik. Kemudian bukankah buatan lokal yang diakui buatan luar negeri lebih laku di pasaran? Dan dapat dijual lebih mahal? Akankah perilaku kita seperti orang Jepang yang mau membeli produk negaranya lebih mahal karena mereka tahu yang beredar di negara mereka adalah yang kualitas nomor satu? Akan kah kita membeli Diahasut? Atau Mazaada?

Quote :

Akankah perilaku kita seperti orang Jepang yang mau membeli produk negaranya lebih mahal karena mereka tahu yang beredar di negara mereka adalah yang kualitas nomor satu? Akan kah kita membeli Diahasut? Atau Mazaada?

saya pribadi mau murah atau mahal, diutamakan produk dalam negeri (kecuali negeri sendiri belum bisa membuatnya), istilah teknisnya, TKDN Tingkat Kandungan Dalam Negerinya ada walupun tidak 100%, kalau bukan kita yg beli produk dalam negeri siapa lagi ?

indonesia >> MALAS RISET

bukan males bang hadi.... biasa masalah classic... dana risetnya kurang terus... gak tau bocor kemana

Ya itulah Mas, makanya saya bilang juga produk yang kita beli hasil kena hasut.. Diahasut, bukan Daihatsu, atau yang orang bertanya "masa ada?" alias Mazaada.. bukan Mazda. Makanya yang lebih OK kita coba dulu aja..

Quote :

Makanya yang lebih OK kita coba dulu aja..

yah yg benar ini motor bisa 500km/jam mesti dicoba dulu, jangan-jangan ada di bagasi pesawat..

dan seharusnya memang uji langsung, sedangkan teori itu sebagai pendukung (ancer-ancer) yang pas adalah hasil pengujian transduser, apapun nama ujinya...