Jelas bisa, tahun 1990an ada produk ampli OCL dengan supply 220VAC dan 12 VDC. Tetapi saat menggunakan 12VDC bentuk gelombang trafonya pulsa bukan sinus, jadi trafonya agak berisik karena getarannya kuat dengan gelombang pulsa.
Amply untuk mendrive horn TUA juga banyak yg menggunakan inverter 12V menggunakan trafo PSA yg sama dengan yg digunakan untuk AC 220V. Banyak digunakan pedagang obralan dikaki lima (kaki yg tiga lagi pinjam dari mana yah, ko bisa jadi lima kakinya?!).
Memang begitu skemanya yang banyak dipakai di ampli tahun 1990an. Ada juga yang basisnya dapat tegangan dari lilitan trafo yg cuma sedikit lilitannya, cara ini lebih dipastikan bekerja sesuai frekuensi kerja trafo.
Kalau cara skema diatas, coba didengar suaranya, apakah seperti sinyal 50Hz, kalau terlalu jauh dari 50Hz biasanya trafo cepat panas. Mengapa tidak pakai inverter dengan trafo ferrite core, lebih ringan wattnya bisa lebih besar dengan mosfet murah?
Iya Om, saya pengen tahu dasarnya dulu..kalo sudah paham tinggal dikembangkan ke skema yang lebih baik nantinya dan komponen yang cocok. Kebetulan ada orang-orang seperti Om Tommy yang mau memberikan ilmu secara gratis
Kalo logika geologi saya om, input ke trafo saya rasa bukan square wave tapi mungkin juga bukan benar-benar sinusoidal (CMIIW). Saya jadi ingat rangkaian "flip flop" yang saya buat waktu kelas 1 SMP dulu, cara kerjanya mirip dengan ini.
Frekuensi yang dihasilkan saya rasa tergantung kepada nilai (kapasitas) C1,C2 dan nilai hambatan R1,R2 (mohon koreksinya jika salah).
idealnya untuk 50 Hz, masing-masing kapasitor harus "charge and discharge" sebanyak 50 kali dalam satu detik.
Kira-kira Om Tommy atau rekan-rekan SOLFERS, ada yang bisa memberikan gambaran bentuk kurva dari output TR atau Input Trafo ?
Karena Om Tommy menyinggung masalah ferrite core, saya jadi ingin tahu juga Om; setahu saya ferrite core memiliki nilai saturasi per luas penampang lebih besat dari inti besi berarti butuh penampang (ukuran core) lebih kecil untuk mendapatkan medan magnet yang sama dengan inti besi.
Dan mungkin juga lebih mampu meng-handle frekuensi lebih tinggi daripada inti besi (trafo EI pada PSA)
Selain itu apa lagi kelebihan penggunaan inti ferrite untuk penggunaan sebagai inverter, Om ?
Satu lagi pertanyaan, jika berdasarkan datasheet 2N3055 (ST), TR ini mampu menghandle arus sampai 15 A, berarti untuk 2 TR (masing-masing 1/2 gelombang) kita bisa gunakan maksimal Trafo 180 VA untuk mendapatkan output satu gelombang penuh 220 Volt atau kira-kira sanggup menghandle peralatan elektronik 180 watt di tegangan 220 volt. Benarkah begitu Om Tommy?
Mengenai ferrite core benar demikian kelebihan2nya. Kita lihat PS komputer, tarfonya begitu kecil untuk daya diatas 300 watt, sementara init besi besar dan berat. Dgn frekuensi tinggi tidak butuh lilitan terlalu banyak.
2N3055 Imax=15A, daya dissipation max = 115W, VCE max = 100V kalau yang asli Motorola atau RCA. Dalam pelaksanaan tidak boleh ada satupun yang dilampaui, karena ukuran2 tadi adalah batas maksimum, bila ada yg dilanggar pasti rusak. Untuk aplikasi komersil biasanya digunakan pada batas 50%maxnya, sedangkan untuk amatir (hobby) biasanya disekitar 75%.
Penggunaan tr didekat batas maksimal mempercepat rusaknya transistor. Jadi saat digunakan pada tegangan 12VDC dengan Imax = 10A (66,6% Imax) artinya digunakan untuk 12(V) x 10(A) = 120VA, dan ini artinya melampaui batas Pmax = 115W, pasti rusak. Jadi kita harus menghitung lagi dari awal agar tak ada satupun parameter maksimum yang dilanggar, agar tdk langsung JBL (JeBoL).
Saya kutip kalimat yang ini aja Om "...Dgn frekuensi tinggi tidak butuh lilitan terlalu banyak."
Saya baru tahu Om, dapat ilmu baru lagi , pantas saja di PSU PC lilitan kawat tembaga pada core ferrite sedikit sekali.
Tapi kalau untuk trafo EI dengan inti besi akan sanggup menghadapi frekuensi tinggi, Om? anggap saja kita generate frekuensi sampai 1 KHz dengan IC 555. Atau terpaksa kita harus gunakan inti ferrite dalam hal ini?
Kemudian jika input pada frekuensi 1KHz tentunya output frekuensinya sama. Bagaimana cara menurunkannya lagi untuk listrik rumahan yang standarnya 50 Hz?
Kebanyakan ferrite EI mampu dibawah 1 MHz, tapi paling aman kalau dipakai dibawah 200KHz. Untuk PS di PC umumnya menggunakan frekuensi antara 34KHz ~ 45KHz, sedangkan PSA Play Station2 sekitar 200KHz. Untuk ferrite core ini sangat banyak ragamnya, dulu ada standar warna untuk mengetahui batas2 kerjanya, tapi sekarang sudah kacau dengan munculnya produk China yang tak mematuhi standar.
Kalau mau pakai 555 gunakan saja frekuensi 40KHz, jumlah lilitan bisa ngikut PS komputer yang sudah rusak kita ambil trafonya dan lilit ulang sesuai kebutuhan. Atau beli PS komputer yg paling murah diatas 50rb dibawah 75rb harganya. Bongkar dan pakai untuk eksperimen, atau cari PC rusak dirumah teman, minta PSnya.
Berarti masih aman frekuensi sampai 200KHz untuk EI trafo, lalu yang bikin "getar" trafo EI itu apa Om? frekuensi terlalu rendah, square wave, atau overload? apakah frekuensi terlalu rendah bisa bikin trafo "berdengung/bergetar" juga?
Ok, Om...saya amat-amati dulu skema PSU PC, apakah bisa skemanya di balik jadi bukan 220 V jadi 12 V lagi tapi 12 V jadi 220 Volt... terus jalan-jalan di glodok, mana tahu ada PSU rusak disana yang bisa di kanibal gulungan ferritenya.
Satu lagi yang masih nge-ganjal Om, bagaimana menurunkan lagi frekuensi jadi standar rumahan (50 Hz)? konsepnya seperti apa?
Ini maksud saya yang sampai 200KHz trafo toroid yah, bukan inti kern baja. Kalau bekerja pada frekuensi 40KHz tidak mungkin bergetar, kecuali ada yg hubung singkat, dan protektor bekerja, saat on kembali timbul sentakan berulang jadi spt bergetar.
Sedangkan yg saya ceritakan sebelumnya yg bergetar itu trafo kern besi, karena inverter bekerja mendekati gelombang pulsa. Ingat lampu flip flop saat praktek di SMA? Lampunya nyala-mati bergantian, bukan meredup pelahan mati dan lampu pasangannya pelahan hidup dst. Nyala-mati bergantian itu menunjukkan bahwa gelombang yang dihasilkan berbentuk pulsa, bukan sinus.
Kalau tujuan kita untuk mencatu Power Amply, maka yg penting adalah tegangan output DCnya, kita tdk usah pikirkan masalah bentuk gelombangnya harus sinus dan frekuensi 50HZ dilupakan saja.
Tapi kalau tujuan kita membuat rangkaian semacam UPS yg untuk PC, dimana tegangan 220VAC sinus dengan frekuensi 50Hz harus terpenuhi, tentu caranya lain lagi. Ini harus menggunakan tehnology amplifier switching atau disebut juga amply class D. Untuk pemula ini sulit dikerjakan, alat kerja tak bisa seadanya, karena AVO meter biasa akan mengalami kesalahan ukur pada frekuensi tinggi.
Kalau mau cari PSA komputer bekas didaerah loakan kalibaru timur, dekat stasiun Senen, harga pasaran sekitar 10rb~15rb. Jangan di Glodok.
gimana mas @dotcom hasil inventernya dah terang benderang kayanyanih. kalau 2n3055 di ganti dengan 2sa1943 atau sc5200 bisa ga. trus cara pemasanganya gimana
bagi rekan sf yang punya pengalaman tentang inventer tolong di posting dong saya punya trfo 5A0-240/15ct bisaga ya untuk inventer dan outputnya cukup untuk berapa watt ya tolong bantuanya soalnya di tempatku belum ada aliran listrik jd kayaknya bisa sangat membatu untuk berhemat.
waduh gak ada aliran listrik habis nyoldernya pakai apaya gini aja gak usah susah susah beli aja sola tenaga matahari ya kalau untuk 10 rumah aja boleh jamin
Harga solar cell itu mahal sekali, kalau inverter yang kita gunakan hanya sebatas inverter dengan trafo biasa dan transisitor 2N3055 atau semacamnya yg berlaku rumus penguat kelas B maka kita akan kehilangan sekitar 50% daya yang dihasilkan oleh solar cell.
Kalau ingin mendapat hasil yang optimal, kita harus menggunakan inverter yang bekerja pada kelas D, sehingga efisiensi bisa mencapai diatas 90%, agar daya yg hilang bisa dibatasi kurang dari 10%. Bayangkan kalau sebuah solar cell berdaya 50Watt harganya 2juta lebih, untuk memenuhi kebutuhan daya 500Watt kita harus mengeluarkan dana 20juta lebih, belum kelengkapan akinya untuk menyimpan stroom yg ditampung pada siang hari untuk digunakan pada malam hari. Penghematan dana pembuatan inverter sama sekali tak berarti dibanding kerugian kita setiap hari akibat efisiensi daya inverter DIY yang rendah.
Tapi kalau kita bisa membuat inverter yang memiliki efisiensi diatas 90%, berapa besar keuntungan kita dari penghematan BBM atau tagihan PLN? Lumayan besar untuk perhitungan jangka waktu pertahun.
Saya sudah lama memikirkan hal ini, tapi daya beli bangsa kita masih terlalu rendah dibanding harga solar sel dipasaran. Seandainya pembelian solar cell bisa dibuat program seperti perumnas, mungkin Indonesia akan berhemat banyak dalam penggunaan BBM dan mengurangi polusi udara secara besar2an.
Wed Aug 04, 2010 4:56 pm tommykwitang